RANGKUMAN BUKU ILMU BUDAYA DASAR BAB 2
Judul
Buku : Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar
Nama Penulis : Ir. Drs. M. Munandar Sulaeman,
Ms.
Penerbit: PT Eresco Bandung
Tahun Terbit: 1995
KELOMPOK 2
Nama Kelompok :
- Athaya Izdihar (21318182)
-
Binar Ramadhani (21318443)
-
Destika Krisitina (21318775)
-
Fadhila Widya (22318354)
-
Juzla Muti (23318572)
-
Maharani Dita (23318931)
-
Mya Yuliani (25318013)
-
Yolanda Sitio (27318478)
Kelas : 1TB05
Dosen Pebimbing : Mufid Suryani
DISEKITAR KEBUDAYAAN
1. Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan ataupun dikenal dengan peradaban,
mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang
kompleks. Meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat
ataupun pembawaan yang lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Adanya pemikiran oleh para ahli tentang
munculnya suatu kebudayaan atau peradaban yaitu anggapan bahwa adanya hukum
pemikiran atau perbuatan manusia disebabkan oleh tindakan besar yang menuju
kepada perbuatan yang sama dan penyebab yang sama. Lalu anggapan bahwa tingkat
kebudayaan atau peradaban muncul sebagai akibat taraf perkembangan dan hasil
evaluasi masing masing permasalahannya.
Mempelajari pengertian kebudayaan bukan suatu
kegiatan yang mudah, demikian pula dalam pendekatan metodenya, sudah banyak
disiplin ilmu lain seperti sosiologi, psikoanalisis, dan psikologi mengkaji
bermacam-macam masalah kebudayaan yang tingkat kejelasannya bergantung pada
konsep dan penekanan unsur masing-masing konsepnya. Bahkan ada yang
bertentangan dalam hal pertanyaan tentang segi epistemologis dan ontologis.
Walaupun demikian, hampir semua antropolog
Amerika setuju tentang teori kebudayaan oleh Herkovits, yaitu:
1. Kebudayaan dapat dipelajari
2. Kebudayaan bersumber dari segi biologis,
lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia
3. Kebudayaan Mempunya struktur
4. Kebudayaan dapat dipecah-pecah ke dalam
beberapa aspek
5. Kebudayaan bersifat dinamis
6. Kebudayaan mempunyai variabel
7. Kebudayaan memperlihatkan keteraturan yang
dapat dianilisis dengan metode ilmiah
8. Kebudayaan adalah alat bagi seseorang
untuk mengatur keadaan totalnya dan menambahkan arti bagi kesan kreatifnya.
Dengan pengertian lain, Kebudayaan dalam
kaitannya dengan Ilmu Budaya Dasar adalah penciptaan, penertiban, dan
pengolahan nilai-nilai insani.
2. Kerangka
Kebudayaan
Kerangka berarti pengertian, konsep, atau
teori pengetahuan budaya. Kata "kebudayan" berasal dari kata
sanskerta 'budhayah' bentuk jamak dari 'budhi' yang berarti budi atau akal,
dengan demikian kebudayaan dapat diartikan 'hal-hal yang bersangkutan dengan
akal'.
Menurut dimensinya kebudayaan mempunyai 3
wujud, yaitu: Kompleks gagasan (konsep dan pikiran manusia), Kompleks
aktivitas, dan Wujud sebagai benda.
Unsur-unsur kebudayaan mempunyai 7 unsur yang
universal, yaitu: Bahasa, sistem
teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan,
religi dan kesenian.
Dimana ketujuh unsur tersebut masuk dalam 3
wujud kebudayaan, yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.
3. SISTEM BUDAYA
DAN SISTEM SOSIAL
Sistem sosial, system budaya, dan kebudayaan
fisik merupakan bagian dari kerangka budaya. Sistem sosial dan sistem budaya
merupakan sistem-sistem yang secara analisis dapat dibedakan. Sistem sosial
lebih banyak dibahas dalam kasian sosiologi, sedangkan sistem budaya banyak
dikasi dalam disiplin pengetahuan budaya.
Secara
sederhana sistem diartikan sebagai kumpulan bagian-bagian yang bekerja sama
untuk melakukan suatu maksud. Sistem memiliki 10 ciri, yaitu:
1.
Fungsi
2.
Satuan
3.
Batasan
4.
Bentuk
5.
Lingkungan
6.
Hubungan
7.
Proses
8.
Masukan
9.
Keluaran
10. Pertukaran
Kesepuluh ciri sistem ini mempermudah
seseorang dalam menganalisis suatu sistem menurut perspektif tertentu.
SISTEM BUDAYA
Merupakan wujud tyang abstrak dari
kebudayaan. Sistem budaya merupakan idei-ide dan gagasan manusia yang hidup
bersama dalam suatu masyarakat. Sistem budaya merupakan bagian dari kebudayaan,
yang diartikan pulsa adata istiadat. Adat istiadat ini sendiri mencakup sistem
nilai budaya, sistem norma, norma-norma menurut pranata-pranata yang ada
didalam masyarakat yang bersangkutan, termasuk norma agama.
Fungsi sistem budaya adalah menata dan
memantapkan tindakanserta tingkah laku manusia. Proses belajar dari sistem
budaya ini dilakukan melalui pembudayaan atau pelembagaan. Dalam proses pelembagaan,
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat istiadat. Tetapi, ada juga individu yang dalam proses pembudyaan
tersebut mengalami deviants yang artinya individu yang tidak dapat menyesuaikan
dirinya dengan system budaya di lingkungan social sekitar.
SISTEM SOSIAL
Konsep
sistem social adalah alat pembantu untuk menjelaskan tentang kelompok –
kelompok manusia. Tiap – tiap sistem social terdiri atas pola – pola perilaku
tertentu yang mempunyai struktur dalam dua arti, yaitu:
1.
Relasi – relasi sendiri antara orang – orang bersifat agak mantap dan
tidak cepat berubah.
2.
Perilaku yang mempunyai corak atau bentuk yang relatif mantap
Dalam suatu system social, paling tidak harus
terdapat 4 hal, yaitu:
1.
Dua orang atau lebih
2.
Terjadi interaksi di antara mereka
3.
Bertujuan
4.
Memiliki struktur, symbol, dan harapan – harapan bersama yang di
pedomaninya.
Sistem sosial dapat berfungsi apabila
dipenuhi 4 persyaratan fungsional, yaitu:
1.
Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem – sistem social untuk
menghadapi lingkungannya.
2.
Mencapai tujuan, persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan
pada tujuan – tujuannya (bersama sistem social)
3.
Integritas, persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para
anggota dalam system social
4.
Pemeliharaan pola – pola tersembunyi.
Sistem sosial terdiri atas satuan – satuan
interaksi social. Unsur tersebut membentuk struktur sitem social itu sendiri
dan mengatur sistem sosial. Unsur sistem sosial ada 10, yaitu:
1.
Keyakinan
2.
Perasaan
3.
Tujuan, sasaran, atau cita – cita
4.
Norma
5.
Kedudukan peranan (status)
6.
Tingkatan atau pangkat
7.
Kekuasaan atau pengaruh
8.
Sanksi
9.
Sarana dan fasilitas
10. Tekanan ketegangan.
4.
Konsep nilai, system nilai, dan otoritas nilai (budaya)
A.
Konsep Nilai
Batasan nilai dapat mengacu kepada
berbagai hal seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama,
kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, atraksi (daya tarik) dll. Rumusan
nilai dapat diubah, diperluas maupun dipersempit. Rumusan nilai yang luas dapat
meliputi seluruh perkembangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku yang
sempit diperoleh dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin
kajian ilmu sosial.
Nilai
merupakan sesuatu yang dipentingkan sebuah individu sebagai subjek, menyangkut
segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau
maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Nilai
sering dikacaukan dengan keyakinan. Keyakinan yang dimaksud dapat berisi
kepercayaan bahwa suatu argumentasi sungguh sungguh dianggap benar. Keyakinan
adalah pikiran entang hal yang dipandang sebagai faktor faktor, dan orang orang
yang mengetahuinya tak akan berani menentangnya. Nilai-nilai adalah perasaan
perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun tidak diinginkan, atau tentang
yang boleh atau tidak boleh.
Nilai
menurut intensitasnya ada nilai yang tercerna yaitu suatu landasan bagi reaksi
yang diberikan secara otomatis terhadap situasi tingkah laku eksistensi,
sedangkan nilai tercerna merupakan nilai yang tidak bisa dipisahkan dari
individu yang telah membentuk landasan bagi hati nuraninya
B.
Watak Nilai
Pembicaraan
mengenai watak nilai ini mencakup pertimbangan pertimbangan nilai, pembenaran
nilai, pilihan nilai, dan konflik nilai. Mempertimbangkan nilai adalah kebiasaan
sehari hari bagi kebanyakaan orang, serta dilakukan terus menerus.
Mempertimbangkan untuk mengadakan pilihan tentang nilai adalah suatu keharusan.
Bidang
yang berhubungan dengan nilai adalah etika (penyelidikan nilai dalam tingkah
laku manusia) dan estitika (penyelidikan tentang nilai dalam seni). Nilai dalam
masyarakat tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi, yang secaratidk sadar
diterima dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat. Di dalam masyarakat yang
secara tepat mengalami perubahan, nilai menjadi bahan pertentangan.
Masalah
konflik nilai dewasa ini cukup serius. Hal ini diantaranya disebabkan oleh
adanya krisis otoritas, yaitu pusat otoritas dan dasar otoritasnya yang tidak
tetap sehingga putusan- putusannya tidak dapat dipercaya. Persoalannya bukan
hanya sekedar tidak percaya kepada yang berkuasa, melainkan yang lebih
berbahaya adalah orang tidak lagi dapat mempercayai suatu apapun.
Pertimbangan
nilai berbeda dengan pertimbangan fakta. Pertimbangan fakta hanyalah merupakan
pernyataan deskriptif tentang kualitas emiris atau hubugan. Tetapi fakta dapat
menentukan pertimbangan nilai. Petimbangan nilai dalam prakteknya mungkin
bersifat subjektif atau objektif. Pertimbangan nilai yang bersifat subjektif
dianggap sebagai ekspresi perasaan atau keinginan seseorang.pertimbangan nilai
yang bersifat objektif beranggapa bahwa nilai- nilai itu terdapat didunia ini
harus digali. Dikatakan objektif, sebab pada niali itu terdapat hierarki nilai,
sampai pada niai yang baik atau tertinggi yang menentukan penataan dunia.
Dalam
kajian filsafat pada umumnya, terdapat prinsip-prinsip untuk pemilihan nilai:
1. Nilai
instrinsik harus mendapat pripritas pertama daripada nilai ekstrinsik.
2. Nilai-nilai
yang produktif dan secara relative bersifat permanen didahulukan daripada nilai
yang kurag produktif dan kurang permanen.
C.
SISTEM DAN NILAI
Sistem nilai merupakan nilai inti dari
masyarakat yang diikuti oleh setiap individu atau kelompok yang jumlahnya cukup
besar. Sekelompok orang tersebut menjunjung tinggi nilai tersebut sehingga
nilai tersebut menjadi penentu seseorang untuk berperilaku. Di dalam sistem
nilai tersebut kadang terdapat berbagai konsepsi yang hidup didalam alam
pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal hal yang dianggap bernilai
dalam hidup. Karena itu sebuah sistem budaya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi penentu perilaku manusia. Sistem budaya sangat susah diubah dalam
waktu yang singkat karea biasanya sistem budaya sudah sangat melekat pada
setiap individu yang berpedoman pada sistem budaya tersebut.
D.
Orientasi Nilai Budaya
1. Hakikat hidup manusia
2. Hakikat karya manusia
3. Hakikat waktu manusia
4. Hakikat alam manusia
5.
Hakikat hubungan manusia
5.
Perubahan Kebudayan dan Penyesuaian Diri Antar Budaya
Masyarakat
dan kebudayan pastinya akan selalu berubah. Dari hari ke hari hingga pergantian
tahun. Dari masyarakat yang berada di pusat ibukota maupun masyarakat yang
terisolasi dengan dunia luar. Terjadinya perubahan kebudayaan ini ditandai
dengan budaya lama masyarakat yang dianggap tidak lagi sesuai dengan
perkembangan zaman sehingga dibentuk kesatuan buadaya baru yang dianggap lebih
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Suatu
perubahan kebudayaan disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan adalah:
1. Faktor Internal
Merupakan
perubahan yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan itu sendiri. Contoh
perubahan masyarakat dan kebudayaan secara internal adalah
a. Perubahan
jumlah dan komposisi penduduk.
Apabila pertumbuhan penduduk terus bertambah, sementara
laju pertumbuhan ekonomi berjalan lamban, maka mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat.
Perubahan sosial merupakan perubahan dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai,sikap
dan pola-pola perilaku yang mengacu suatu kebudayaan.
b. Adanya
percampuran dan persatuan dari dua budaya yang berbeda atau bahkan tidak saling
berkaitan satu sama lain.
c. Ditemukannya
inovasi atau penemuan yang baru dan dapat mengubah tatanan dan gaya hidup.
Umumnya berkaitan dengan sistem teknologi.
2. Faktor Eksternal
Merupakan
perubahan yang berasal dari luar masyarakat dan kebudayaaan itu sendiri. Contoh
perubahan masyarakat dan kebudayaan secara eksternal adalah:
a. Perubahan
alam dan lingkungan sekitar yang menyebabkan masyarakat dan kebudayaan di
dalamnya harus mengikuti perubahan tersebut.
Karena
faktor yang dijelaskan diatas, tak hanya perubahan masyarakat dan kebudayaan,
tetapi juga perubahan sosial. Perubahan sosial dan budaya memiliki satu aspek
yang sama, yaitu kedua-keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan
cara-cara baru atau suatu perbaikan tentang cara suatu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya. Perbedaan antara perubahan sosial dan budaya dapat
dilihat dari arahnya.
Perubahan
sosial merupakan perubahan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem dan
struktur sosial bahkan pola hubungan sosial. Sedangkan perubahan budaya
merupakan perubahan dalam segi budaya masyarakat, termasuk aturan, norma,
keseninan, bahasa hingga teknologi.
Proses
perubahan sosial yang ada dalam masyarakat biasanya dilakukan dengan meniru.
Belajar meniru berbagai tindakan generasi orang tua yang perubahannya baru
terasa jika sudah mencapai jangka waktu yang panjang. Untuk masyarakat yang
sudah maju, perubahan sosial umumya terjadi karena adanya proses kombinasi
antara pengetahuan yang sudah ada mengenai benda dan gejala. Dari proses
tersebut terjadi penemuan karena adanya suatu penciptaan yang baru.
Tidak
mudah bagi suatu kelompok masyarakat untuk berubah dalam bentuk sosial dan
budayanya. Hal ini karena sistem tersebut biasanya sudah dilakukan setiap waktu
secara turun menurun. Maka darit itu seringkali suatu unsur kebudayaan yang
baru ditolak dan tidak diperbolehkan untuk diterapkan. Namun bukan berarti
masuknya unsur budaya yang baru adalah hal yag sulit. Beberapa hal yang
menentukan proses penerimaan budaya baru diantaranya:
a.
Terbiasanya masyarakat melakukan hubungan atau kontak dengan kelompok masyarakat
luar yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
b.
Pandangan hidup dan kebudayaan berlandaskan nila agama dan ajaran yang dianut.
Jika sesuai dengan nilai agama maka unsur kebudayaan yang baru lebih mudah dan
cepat diterima. Jika tidak, maka perubahan tersebut akan berjalan dengan
lambat.
c.
Struktur sosial suatu masyarakat
d.
Adanya unsur kebudayaan yang jadi landasan perubahan kebudayaan tersebut
diterima sebelumnya
e.
Skala kegiatan yang terbatas dan mudah dibuktikan kegunaannya oleh masyarakat
yang bersangkutan
I. Peristiwa Perubahan Kebudayaan
A. Cultural lag
Cultural lag atau yang dalam bahasa Indonesia berarti
ketinggalan atau kelambatan budaya merupakan perbedaan taraf kemajuan berbagai
bagian kebudayaan masyarakat.Suatu lag
terjadi apabila irama perubahan dari dua unsur budaya memiliki korelasi yang
tak sebanding sehingga dalam penerimaan kebudayaan tersebut secara umum yang
satu tertinggal dengan yang lainnya.
B Cultural Survival
Merupakan suatu cara
tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dulu sampai sekarang. Cultural
survival adalah suatu konsep untuk menggambarkan suatu praktek yang telah
kehilangan fungsi pentingnya , yang tetap hidup dan berlaku semata-mata hanya
diatas landasan adat istiadat. Cultural survival ada sangkut pautnya dengan Cultural
lag yang mana pengertiannya dapat dipergunakan paling sedikit dalam
dua arti, yaitu:
·
Suatu jangka waktu antara terjadinya penemuan baru dan diterimannya
penemuan baru tadi.
·
Adanya perubahan dalam pikiran manusia dari alam pikiran tradisional ke
alam pikiran modern.
Terjadinya
Cultural lag sendiri adalah karena adanya hasil ciptaan baru yang
membutuhkan aturan-aturan serta pengertian baru yang berlawanan dengan
hukum-hukum serta cara-cara bertindak yang lama tetapi ada pula kelompok yang
memiliki sifat keterbukaan, yang mana mengharapkan timbulnya perubahan dan
menerimanya dengan mudah tanpa mengalami cultural lag. Peristiwa perubahan
kebudayaan ini, dalam suatu masyarakat disebabkan oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Contoh faktor internal misalnya dari adat istiadat bangsa itu
sendiri , kepribadian bangsa itu ataupun budayanya. Faktor eksternal misalnya
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luas dan semakin baik
yang kemudia akan mengubah hidup manusia.
Perubahan sosial biasanya mengacu pada perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat menyangkut perubahan peran, munculnya peranan baru, perubahan dalam
struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial. Perubahan sosial dalam dimensi cultural mengacu kepada perubahan
kebudayaan dalam masyarakat seperti adanya penemuan dalam berpikir (ilmu
pengetahuan), pembaharuan hasil teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang
menyebabkan terjadinya difusi dan peminjaman kebudayaan
Contoh nyata cultural survival yaitu Etnik
atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan
lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin
tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan
terjadinya konflik antar etnis. Misalnya , masyarakat
jawa yang memiliki kebudayaan menhormati orangtua dan siapa saja yang lebih tua
didalam masyarakat Jawa. Kenyataannya, hal ini masih ada apada masyarakat jawa.
Dalam masyarakat jawa lebih kental dalam menggunakan bahasa Jawa Krama yang
hanya digunakan untuk orang yang dihormatinya saja.
E.
Pertentangan
Kebudayaan ( cultural conflict )
Pertentangan kebudayaan ini muncul
sebagai akibat dari relatifnya kebudayaan. Hal ini terjadi akibat konflik
langsung antarkebudayaan itu sendiri. Faktor-faktor yang menyebabkan konflik
kebudayaan adalah keyakinan-keyakinan yang berbeda sehubungan dengan berbagai
masalah aktivitas berbudaya. Konflik ini biasanya dapat terjadi diantara
anggota-anggota kebudayaan yang satu dengan anggota anggota kebudayaan lainnya
misalnya yang memiliki perbedaan agama , perbedaan adat istiadat , perbedaan
suku / ras dll Contoh yang dekat sekali
dengan kita Etnik atau suku bangsa,
biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu
yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya
bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik
antar etnis. Keberagaman ini menjadikan Indonesia salah satu negara
dengan budaya paling kaya. Di sisi lain, keberagaman juga dapat memicu konflik
bila tak dijembatani dengan baik. Beberapa tragedi di Indonesia yang bersumber
karena perbedaan budaya , tak hanya menelan korban materi namun juga
menghilangkan nyawa ratusan orang. Contoh konfik yang pernah terjadi di
Indonesia yaitu konflik 1998
Krisis
ekonomi berujung menjadi konflik sosial pada penghujung Orde Baru. Jatuhnya
Soeharto ditandai dengan merebaknya kerusuhan di berbagai wilayah di Indonesia.
Pada kerusuhan tersebut, banyak toko dan perusahaan dihancurkan massa yang
mengamuk. Sasaran utama adalah properti milik warga etnis Tionghoa.
Perempuan
keturunan Tionghoa bahkan menjadi korban pelecahan dan pemerkosaan dalam
kerusuhan itu. Banyak yang diperkosa beramai-ramai, dianiaya, lalu dibunuh. Di
antara etnis Tionghoa, banyak yang meninggalkan Indonesia untuk mencari
keselamatan.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog dan Keberagaman sejak 2002.
Peringatan hari ini berawal saat UNESCO mengeluarkan Deklarasi Universal
tentang Keberagaman Budaya. Melalui Resolusi Nomor 57/249, ditetapkanlah 21 Mei
sebagai hari merayakan keberagaman di seluruh dunia.
PBB
mencatat sebanyak 75 persen dari konflik besar yang terjadi di dunia saat ini
berakar pada dimensi kultural. PBB pun mencanangkan dialog untuk menjembatani
budaya demi menciptakan perdamaian. Tindakan sederhana yang disarankan PBB
untuk merayakan keberagaman budaya antara lain mengunjungi pameran kebudayaan,
mendengarkan musik dari kebudayaan berbeda, mengundang tetangga beda agama atau
suku untuk makan bersama, atau menonton film yang berkisah seputar budaya
berbeda.
F.
Guncangan Kebudayaan (culture shock)
Seperti penyakit dari orang – orang yang tiba
– tiba dipindahkan ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaannya
sendiri, semacam penyakit mental yang tidak disadari oleh orangnya itu sendiri.
Lalu dalam terjadinya guncangan kebudayaan ada beebrapa siklus yang terjadi,
ada 4 tahapan dalam siklus itu : Tahap
inkubasi ; pengalaman baru yang menarik. Tahap krisis ; ditandai dengan perasaan dendam, pada masa ini orang
itu sudah masuk tahap culture shock. Tahap kesembuhan ; orang itu sudah
melalui tahap krisis dan mulai hidup damai. Tahap penyesuaian diri ; orang itu sudah dapat membanggakan sesuatu
yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu.
Dalam penyesuaian diri antarbudaya ada 2
faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Pada faktor
intern, ada watak (traits) dan
kecakapan (skills). Watak adalah
segala tabiat yang membentuk secara keseluruhan kepribadian seseorang, pada
contohnya seperti “orang seperti macam apa dia?” Jawabannya: emosional,
pemarah, baik, senang bergaul, ramah dan lain sebagainya. Kecakapan yaitu
menyangkut segala sesuatu yang dapat dipelajari mengenai lingkungan budaya yang
akan dimasuki seperti bahasa, adat-istiadat, tata karma, geografis, ekonomi.
Selain kedua faktor itu ada pula, sikap (attitude) yaitu kesiagaan mental saraf
yang terbina melalu pengalaman yang memberikan pengarahan atau pengaruh
terhadapa bagaimana seseorang menghadapai segala sesuatu yang dihadapinya,
seperti berprasangka baik, pesimis, terus terang, terbuka, curiga dan
sebagainya. Jika sudah berprangsangka baik dan terbuka sudah dapat menyesuaikan
diri pada lingkungan baru tersebut.
Faktor ekstern yaitu dari faktor luar yang
berpengaruh dalam penyusuaian diri antarbudaya adalah: Besar – kecilnya
perbedaan antara kebudayaan tempat asalnya dengan kebudayaan yang baru.
Pekerjaan yang dilakukannya, seperti apakah pekerjaannya yang dilakukan
ditempat sebelumnya dapat di tolerir pada tempatnya yang baru? Serta Suasana
tempat ia bekerja.
6.
Barat dan Timur Di Antara Kebudayaan Nasional
Barat dan Timur sudah sering terlihat
memiliki perbedaan yang signifikan dari segi religi sampai kebudayaan. Di
tengah perkembangan teknologi pun biasanya kontak yang terjadi di antara Timur
dan Barat tetaplah beruwujud konflik, persaingan, ancaman perang, dibanding
mencoba untuk saling mengerti. Bahkan adanya orientalisme dimana merupakan ilmu
ketimuran yang dipelajari oleh bangsa Barat tidak membantu adanya harmoni di
antara Barat dan Timur. Malah kebanyakan orientalis menggunakan orientalisme
sebagai alat memperkuat politik Barat.
Disharmoni yang terjadi tercipta atas adanya
berbagai streotip tentang Timur yang dipahami oleh Barat, maupun sebaliknya.
Akibatnya pemikiran Barat dan Timur jarang sekali bertemu dalam pemahaman yang
sama. Timur yang menjunjung tinggi keagamaan dan norma sering kali mengecap
Barat sebagai bagian yang terlalu liberal, yang masih belum bisa dipahami
apalagi diterima. Sedangkan Barat sering kali mengecap Timur sebagai
kemiskinan, kebodohan, statis, fatalis, dan lain sebagainya. Stereotip tersebut
yang menjadi topik utama dalam kedisharomonisan yang tercipta, bahkan sampai
menyebabkan konflik yang mendunia.
Sebab itulah kita harus mempelajari watak
dari keduanya untuk benar-bena bisa memahami apakah hanya kedisharmonisan yang
terjadi.
Nilai Budaya Barat
Seperti yang sudah diketahui bahwa Barat
cenderung liberal dalam beberapa aspek, hal itu disebabkan oleh pemikiran Barat
yang lebih menekankan dunia objektif dari pada rasa sehingga dapat menciptakan
berbagai macam hal dalam bidang sains dan teknologi. Zaman sekarang, sikap
aktif dan rasional dunia Barat unggul, hal itu dibuktikan dari beberapa
mahakarya mendunia, tapi dampaknya malah dalam hidup tradisional, agama, maupun
filsafat mereka terkesan mundur.
Barat lebih menekankan pada kemajuan
material, hal tersebut menjadi salah satu sebab kenapa Barat lebih cenderung
mengabaikan atau bahkan tidak lagi cocok dengan pemaknaan hidup lewat filsafat
atau agama. Mereka hidup dalam dunia teknis dan ilmiah, maka untuk menggantungkan
hidup kepada agama dianggap sebagai sistemis abstrak tanpa hubungan kepada cara
mereka mempraktekkan kehidupan. Jadinya Barat mengunggulkan cara berpikir
rasional dan menganut filsafat positivisme. Lalu sebenarnya apa yang menjadi
dasar nilai-nilai di Barat jika kebanyakan penduduknya memilih untuk lebih
menekankan logika dan kebebasan dari pada mengikuti jejak murni nenek moyang
mereka dimana masih berpegang teguh pada agama dan filsafat tradisional? Kalau
menurut To Thi Anh, Barat memiliki tiga nilai penting yang menjadi dasar, yaitu
martabat manusia, kebebasan, dan teknologi.
Bagi mereka, manusia punya peran penting
dalam hidup masing-masing untuk menyempurnakan kehidupan, syaratnya tentu saja
berhubungan dengan keintelektualitas yang dimiliki serta pengalaman. Filsafat
Protagoras yang punya pendapat demikian, bahwa manusia menjadi ukuran
segalanya. Sejak saat itu Protagoras mungkin saja menjadi bapak humanisme yang
berkembang pesat di Barat. Manusia oleh Barat dipandang sebagai makhluk yang
mempunyai kemampuan berpikir rasional, estetik, dan kreatif sehingga dapat
melahirkan nilai-nilai demokrasi, lembaga sosial serta kesejahteraan ekonomi.
Dan hal tersebut menjadi hal mutlak untuk menjadi salah satu penghargaan
terhadap manusia, bahwa mereka berhak mendapatkan segala yang bernilai untuk
menyempurnakan hidup.
Begitupula yang terjadi mengenai agama. Barat
menganggp manusia memiliki hak untuk memilih kebenaran dan kebaikan bagi
masing-masing individu. Semakin berkembangnya pemikiran tersebut merambat ke
berbagai bidang seperti estetika dan lain sebagainya. Hal itu membuat Barat
membuang agama sebagai dasar nilai mereka, berbanding terbalik dengan apa yang
dilakukan oleh Timur. Barat menganggap bahwa agama menekan kodrat pengetahuan
manusia. Mereka ingin memiliki agama dimana tidak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan persaingan antar manusia di
Barat juga terkadang menimbulkan kekacauakan akibat adanya persaingan duniawi
melalui usaha dan perhatian terhadap benda yang sering menjadi sumber kepuasan
manusia Barat.
Yang selalu menjadi sorotan masyarakat Timur
terhadap Barat selain ilmu pengetahuan mereka adalah kebebasan. Di mata
masyarakat Timus, segala sesuatu dapat terjadi di Barat saking bebasnya. Hal
itu dilihat dari perkembangan anak, juga spontanitas yang dimiliki Barat yang
lebih dihargai dari pada tekanan dari manusia lain. Malahan tradisi kebebasan
ini menimbulkan kepercayaan diri, meskipun beberapa kasus tidak berkata
demikian.
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa Barat
memiliki persepsi yang berbeda terhadap waktu, ilmu pengetahuan, norma, dan
sikap terhadap semesta. Menurut Barat alam dan manusia adalah dua dunia yang
terpisah. Bahwa alam adalah sebuah dunia yang boleh-boleh saja dieksploitasi.
Nilai Budaya Timur
Berbeda dari Barat, nilai budaya Timur
terletak pada agama yang terlahir. Hidup secara Timur tidaklah menekankan
teknis, melainkan intuisi. Inti kepribadian Timur terletak pada hatinya, bukan
seberapa intelek mereka. Singkatnya, mereka menghayati hidup tidak hanya
menekankan pada kemampuan otak.
Budaya Hindu dan Buddha membuat kebijaksanaan
Timur bersifat pada kebenaran yang menjadi puncak perkembangan rohani manusia.
Timur lebih menekankan cara hidup agar tidak terpusat pada dunia saja.
Di Timur, keharmonisan alam adalah hal yang
patut didapatkan. Karena dari alam manusia mendapatkan makanan dan tempat
tinggal serta kenyamanan, sering juga untuk menjadi bahan seni dan sains. Namun
Timur juga tidak hanya menjadikan agama sebagai satu-satunya alas penegak
norma, tapi juga beberapa aspek lain yang dapat terwujud dalam praktek
kehidupannya. Mencari ilmu juga untuk mencari kebijaksanaan, tidak hanya
mendapat pengetahuan intelektual saja.
Sikap orang Timur terhadap alam adalah
menyatu dengan alam, tidak mengeksploitasi bahkan menginginkan harmoni agar
selaras memaknai hidup. Dunia Timur menginginkan tidak hanya kekayaan material,
namun juga kekayaan kehidupan yang dapat membuat kenyamanan dan ketentraman.
Namun tentu saja seiring berjalannya waktu,
apalagi zaman sekarang ini, nilai budaya Timur sudah semakin banyak terkikis.
Reaksi dan Sikap
Budaya Timur
Pribadi dunia Timur tidak hanya tentang
individu, melainkan kepada sesama makhluk lainnya. Maratbat pribadi pun diatur dalam kompromi
sosial, cara mereka berinteraksi sehingga tidak membiarkan orang lain mengurus
hidup sendiri dengan sulit. Sedangkan kehidupan Barat adalah hal yang
sebaliknya yaitu individualis, ketidakbergantungan.
Ada pula tiga pola untuk menghadapi tantangan
budaya Barat agar Timur tidak lagi menjadi sesuatu yang tertinggal. Yang
pertama, adanya reaksi merangkul budaya Barat secara mentah. Kedua, yaitu
reaksi anti terhadap budaya Barat. Ketiga, reaksi yang hanya berusaha melihat
perbedaan yang ada antara Timur dan Barat.
7. Rumusan Tentang Kebudayaan Nasional Indonesia
Pada faktanya Indonesia memiliki banyak
kebudayaan yang berbeda pada setiap daerahnya, namun karena perbedaan itulah
yang menyatukan Negara ini agar terbentuk. Seperti pada rumusan yang sangat
dikenal masyarakat Indonesia Bhinneka
Tunggal Ika “Berbeda – beda itu
Satu”. Tentunya kita sangat bangga dengan semboyan tersebut, tetapi disisi
lain kita tetap prihatin pada aneka warna masalah yang sering timbul tersebut
pada perbedaan warna yang ada di Indonesia. Perbedaan pengertian kebudayaan itu
sering menjadi topik permasalahaan. Tak jarang pula ke-Bhinneka-an itu sendiri menghasilkan konflik tingkat nasional yang
menyebabkan integrasi nasional sebagai cita – cita bangsa. Dan pada faktanya,
tahun 1963 dimulai pembicaraan tentang perbedaan kebudayaan yang membuat dua
aliran yaitu dari golongan Indonesua Moeda dimpimpin toleh Takdir Alihsjahbana
c.s dan Sasuni Pane, Ki Hajar Dewantara serta Dr. Soetomo dari golongan lain.
Karena dari itu, rumusan masalah mempunyai dua aliran, Ki Hajar Dewantara
mengemukakan bahwa “yang perlu dilakukan
ialah bagaimana memperbarui kebudayaan sehingga seperti kebudayaan Indonesia.
Jalan yang perlu ditempuh ialan memperluas dasar kebudayaan Indonesia dengan
cara memesrakan (menyerap, memadukan) materialism, intelektualisme dan individualisme
(Barat) dengan spiritualisme, perasaan dan koletivisme (Timur). Lalu
menurut Takdir Alihsjahbana “penciptaan
kebudayaan Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur Barat yang dinamis.
Kebudayaan Indonesia yang baru itu dengan sendirinya menciptakan pula watak dan
kepribadian bangsa Indonesia yang berbeda watak dari kebudayaan bangsa
Indonesia yang sebelumnya (masyarakat dan pra-masyarakat Indonesia).
Pada dua aliran ini dapat disimpulkan bahwa,
pada golongan tua ingin Kebudayaan nasional Indonesia sebagai budaya Timur yang
mementingkan kerohanian, perasaan, gotong-royong, bertentangan dengan budaya
Barat yang mementingkan materi, intelektualisme dan individualisme. Orang
Indonesia harus mengingat sejarah di masa lalu dan tidak boleh melupakan
kebudayaannya sendiri, sebab dari sejarah dan kebudayaan masa lalu dapat
membangun kebudayaan baru.
Dan pada golongan muda menuturkan bahwa
semangat budaya Barat yang kreatif dalam segala lapangan kehidupan masyarakat
dan kebudayaan Indonesia, semangat menundukkan alam untuk kepentingan manusia.
Semangat Barat yang dinamis pada hakikatnya bersaudara dengan semangat
Indonesia. Jadi, diperlukan perubahan mental dari yang statis kepada dinamis
dalam membentuk kebudayaan Indonesia yang baru. Oleh karena perbedaan pendapat
seperti yang membuat koflik tentang kebudayaan pada Negara sendiri.
Karena ideologi Indonesia adalah Pancasila,
maka ditinjau dari persfektif fungsional, Pancasila akan diuji karena nilai –
nilai yang terkandung didalamnya akan menentukan orientasi tujuan sosiopolitik
serta budaya pada tingkat makro, akan menentukan kaidah – kaidah yang mendasari
pola kehidupan nasional. Pancasila dalam hal ini tidak hanya sebagai determasi
namun juga fungsi teleologis (teori) akan memberikan payung ideologi bagi
setiap unsur masyarakat. Dalam kehidupan, Pancasila adalah proses timbal balik
antara yang ideal dengan yang aktual. Pancasila sebagai kebudayaan normatif
yang akan menjelma berupa personalisasi.
Komentar
Posting Komentar